Salah seorang warga Widodo (55) menceritakan, pada tahun 1990 an pertama kali Mbah Fanani datang ke Wonosobo dan bertapa di Desa Stieng di bawah batu besar. Karena warga di desa tersebut tidak suka keberadaannya, Mbah Fanani diusir. Akhirnya pada tahun 1996 dia pindah ke Jalan Raya Dieng, RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, tempat dia menetap saat ini.
"Kalau tinggal di sini 19 tahun, awalnya di Desa Stieng. Pas datang ke desa ini dia duduk di depan rumah Pak Ono. Ditanya nggak mau ngomong. Berhari-hari terus di situ akhirnya warga buatkan tenda untuknya," cerita Widodo.
Pertama kali, katanya, tenda yang dibuatkan warga hanya dari terpal plastik. Karena sering rusak, setiap tiga bulan sekali warga mengganti tenda tersebut. Namun baru-baru ini warga mengganti dengan terpal yang tebal dan kuat.
Dia mengatakan, tidak ada yang mengetahui dengan pasti asal usul Mbah Fanani. Hanya saja dari beberapa orang yang pernah mengaku sebagai keluarganya, Mbah Fanani berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
"Banyak yang ngaku keluarga dan bilang Mbah Fanani orang Cirebon, Sindang Laut," ungkapnya.
Awalnya warga Diengkulon pun tidak mengetahui bahwa nama pria itu Fanani. Nama Fanani disebutkan oleh seorang yang mengaku sebagai keluarganya.
"Pas ke sini warga nyebut Mbah Slamet, soalnya nggak tahu namanya. Kami sebut Mbah Slamet harapannya supaya desa ini selamat adanya dia. Tapi pas ada keluarganya bilang namanya Mbah Fanani yaudah disebut Mbah Fanani," cerita ketua RT 1 Diengkulon, Taifin.
Hingga saat ini, warga setempat belum mengetahui sampai kapan Mbah Fanani akan bertapa di desa itu.
Belum ada tanggapan untuk "Kisah Nyata: Mbah Fanani, Pria Aneh Yang Bertapa Selama 19 Tahun di Dieng"
Posting Komentar